ISEI SURABAYA KOORDINATOR JAWA TIMUR

ISEI SURABAYA

IKATAN SARJANA EKONOMI INDONESIA CABANG SURABAYA

Diskusi Terbatas dengan tema “Masa Depan Lembaga Keuangan Mikro di Era Perbankan Digital”

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur melalui Focus Group UMKM, Koperasi dan Keuangan Syariah telah menyelanggarakan Diskusi Terbatas dengan tema “Masa Depan Lembaga Keuangan Mikro di Era Perbankan Digital”, pada tanggal 24 Juli 2024 Pukul 13.00 – 15.00 di Sekretariat ISEI Cabang Surabaya, Jl. M.H. Thamrin 12 Surabaya. Diskusi terbatas ini menampilkan tiga orang narasumber, yaitu: (1) Bapak Maulana Y, Deputi Direktur Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Timur; (2) Bapak Agung Soeprihatmanto, Direktur Pemasaran Bank UMKM Jawa Timur; (3) Bapak. Lutfi I Hakim (Ketua PWI Jawa Timur). Sedangkan yang bertindak sebagai moderator adalah Bapak. Rahmad Cahyadi (Ketua Focus Group UMKM, Koperasi dan Keuangan Syariah ISEI Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur). Diskusi ini dihadiri oleh 9 orang peserta dari pengurus ISEI Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur, Kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Timur dan Bank UMKM Jatim.

Ada beberapa point penting yang dibahas dalam diskusi terbatas tersebut. Narasumber pertama, Bapak Maulana Y (Deputi Direktur Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Timur) menyampaikan beberapa hal terkait perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga keuangan mikro (LKM). Beliau menyampaikan fakta bahwa saat ini banyak BPR di Jawa Timur yang ditutup dan dicabut ijin usahanya. Penutupan BPR ini sebenarnya bukan disebabkan oleh persaingan, tetapi lebih disebabkan oleh buruknya tata kelola. Jika ditelusuri memang benar bahwa problem awalnya adalah ketatnya persaingan. Adanya persaingan yang sangat ketat ini tidak disikapi secara profesional oleh para pengelola BPR. Mereka cenderung melakukan rekayasa laporan keuangan, supaya laporan keuangannya terlihat bagus, walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi riil. Namun, lama kelamaan mereka pada akhirnya tidak mampu lagi melakukan rekayasa keuangan tersebut. Sehingga permasalahan menjadi semakin parah, dan terpaksa BPR tersebut harus ditutup.

Terkait dengan adanya digitalisasi, fakta menunjukkan bahwa digitalisasi dalam berbagai bidang termasuk industri jasa keuangan dan perbankan tidak mungkin untuk dibendung. Oleh karena itu, BPR dan Lembaga keuangan mikro (LKM) tidak mungkin untuk menghindari penggunaan teknologi digital untuk operasi bisnis. Kita juga sama-sama menyaksikan bahwa digitalisasi selain memberikan dampak positif terhadap industri jasa keuangan, tetapi juga memberikan efek negatif, seperti terjadinya kecurangan keuangan (fraud), yang sangat merugikan kepentingan masyarakat sebagai pengguna industri jasa keuangan. Namun, dari OJK sudah menyiapkan adanya peta jalan (road map) berkaitan dengan perlindungan kepada masyarakat akibat dampak negatif digitalisasi.

Terkait dengan perkembangan lembaga keuangan mikro (LKM), beliau menyampaikan bahwa OJK memberikan dorongan penerapan digitalisasi pada LKM. Namun, memang ada beberapa permasalahan dalam LKM terkait digitalisasi. Penerapan digitalisasi di lembaga keuangan mikro (LKM) harus didukung oleh kompetensi yang dimiliki oleh SDM yang ada di LKM. Sementara itu, fakta yang ada di LKM, belum ada kewajiban pengurus LKM untuk memiliki sertifikasi, yang merupakan prasyarat standar kompetensi profesi. Selain itu, penerapan digitalisasi juga membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, implementasi digitalisasi pada LKM juga terhambat oleh keterbatasan dana yang dimiliki LKM.

Narasumber kedua, Bapak Agung Soeprihatmanto (Direktur Pemasaran Bank UMKM) menyatakan bahwa terjadi persaingan antara BPR dan bank umum dalam penyaluran kredit ke nasabah terutama ke UMKM. Baik BPR maupun bank umum boleh menyalurkan kredit ke UMKM. Dalam banyak kasus, terdapat UMKM yang semula menjadi nasabah BPR dan memperoleh kredit dari BPR dengan plafon tertentu. Ketika kemudian UMKM tersebut naik kelas (usahanya makin berkembang dan membutuhkan kredit dengan plafon yang lebih besar), maka UMKM tersebut kemudian beralih ke bank umum (Kredit Usaha Rakyat/KUR bank umum) agar dapat memperoleh kredit dengan plafon yang lebih besar. Hal inilah yang menimbulkan persaingan yang tidak fair antara bank umum dan BPR. Hal ini salah satunya terjadi antara Bank UMKM Jatim sebagai BPR dan Bank Jatim sebagai bank umum. Bahkan persaingan tidak hanya terjadi antara sebuah BPR dengan BPR lainnya, tetapi juga terjadi persaingan diantara kantor cabang di sebuah BPR. Misalnya, seorang kepala kantor cabang BPR tertentu pindah tugas ke kantor cabang yang lain di BPR yang sama. Hal ini bisa diikuti oleh perpindahan seorang nasabah dari kantor cabang semula ke kantor cabang baru tempat kepala kantor cabang tersebut bertugas.

Narasumber ketiga, Bapak Lutfi I Hakim (Ketua PWI Jawa Timur) mengatakan bahwa kita harus melihat BPR dan LKM itu sebagai sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks kinerja ekonomi nasional. Artinya bahwa upaya untuk meningkatkan kinerja ekonomi nasional perlu dukungan dari lembaga keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, ekonomi nasional akan kuat jika para pelaku ekonomi memperoleh dukungan dari lembaga perbankan yang sehat dan profesional, baik bank umum, BPR dan LKM. Oleh karena itu, harus ada upaya agar masing-masing lembaga perbankan tersebut dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai lembaga intermediasi yang harus dapat menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kredit/pembiyaan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Adanya persaingan yang tidak sehat antara bank umum dan BPR, serta antara BPR dan LKM seharusnya perlu dihindari. Oleh karena itu, perlu dilakukan segmentasi lembaga perbankan. Sebuah peraturan yang mengatur segmen mana saja yang boleh dimasuki oleh masing-masing jenis bank baik bank umum, BPR, dan LKM. Aturan semacam ini perlu dibuat agar supaya persaingan yang terjadi diantara mereka tidak menjadi saling mematikan, terutama bank yang ukurannya lebih besar mematikan bank lain yang ukurannya lebih kecil. Melalui segmentasi/klasterisasi, maka diharapkan semua lembaga perbankan tersebut dapat berperan secara optimal dalam menopang perkembangan bisnis dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi.

BERITA TERKINI