Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur bekerjasama dengan Lembaga Penjamin Simpanan telah menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “PERAN LPS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN” pada hari Kamis, 19 Mei 2016 pukul 08.00 – 16.30 WIB di Hotel JW. Marriot, Ruang Ballroom A, Jl. Embong Malang 85-89 Surabaya.
Acara ini diawali sambutan Ketua ISEI Cabang Surabaya, Dr. Muljanto, SE, MM. Usai sambutan pembukaan tersebut dilanjutkan dengan keynote speech oleh Ibu Destry Damayanti, M.Sc (Pengurus Pusat ISEI/Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan).
Paparan dari para pembicara Seminar nasional dengan tema “Peran LPS Dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan” dimulai pukul 09.45 – 12.45, dengan menampilkan pembicara, sub tema dan moderator sebagai berikut :
Pembicara :
1. Poltak L. Tobing (Executive Vice President LPS)
Sub tema : Peran LPS dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
2. Anggito Abimanyu (Pengurus Pusat ISEI)
Sub tema : Telaah Kritis Pada Undang-Undang PPKSK
Moderator : Dr. Rudi Purwono, SE, M.Si (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga)
Acara ini dilatarbelakangi oleh adanya fakta bahwa system keuangan yang stabil sangat diperlukan oleh suatu negara. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan sistem pembayaran dan pengelolaan risiko secara baik. Terwujudnya stabilitas sistem keuangan dapat menciptakan kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Stabilitas ekonomi makro tidak mungkin diperoleh apabila tidak ada stabilitas sistem keuangan.
Namun demikian, sistem keuangan di suatu negara terkadang mengalami ketidakstabilan. Ketidakstabilan sistem keuangan cenderung meningkat frekuensinya di era globalisasi. Sekurang-kurangnya ada dua hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, meningkatnya intensitas globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Kedua, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Kedua hal tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan yang semakin meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.
Instabilitas sistem keuangan yang terjadi pada saat krisis moneter 1997/1998 telah menimbulkan konsekuensi yang sangat merugikan kepentingan nasional yakni besarnya biaya fiskal yang harus dikeluarkan untuk menyelamatkan lembaga keuangan yang bermasalah dan penurunan PDB akibat krisis mata uang dan perbankan. Penyelamatan perbankan melalui bailout dalam rangka menciptakan stabilitas sistem keuangan telah terbukti membutuhkan biaya yang sangat mahal pada kasus BLBI, Bank Century, Bank Bali, dan beberapa kasus lainnya.
Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan sebuah sistem yang mampu melakukan pencegahan dan penanganan terhadap krisis sistem keuangan. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) pada tanggal 17 Maret 2016.
Menteri Keuangan menyampaikan 5 isu utama yang disepakati Pemerintah dan DPR dalam pembahasan RUU PPKSK. Pertama, Penguatan peran dan fungsi, serta koordinasi antar empat lembaga yang bergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
Kedua, mendorong upaya pencegahan krisis melalui penguatan fungsi pengawasan perbankan, khususnya bank yang ditetapkan sebagai bank sistemik.
Bank sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau kegagalan.
Ketiga, penanganan permasalahan bank dengan mengedepankan konsep bail in, yaitu penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas bank menggunakan sumber daya bank itu sendiri yang berasal dari pemegang saham dan kreditur bank, hasil pengelolaan aset dan kewajiban bank, serta kontribusi industri perbankan.
Melalui pendekatan bail in, diharapkan penanganan permasalahan bank tidak membebani keuangan Negara.
Keempat, metode penanganan permasalahan likuiditas dan solvabilitas bank, diatur secara lengkap dan komprehensif. Penanganan permasalahan bank tersebut dilakukan dengan lebih dini, antara lain melalui penerapan rencana aksi penyehatan bank (recovery plan) yang telah disusun oleh Bank.
Kelima, Presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan memegang kendali penuh dalam penanganan krisis sistem keuangan.
Di dalam RUU ini, berdasarkan rekomendasi dari KSSK, Presiden bertindak selaku penentu akhir untuk memutuskan kondisi stabilitas sistem keuangan, apakah dalam kondisi normal atau kondisi krisis sistem keuangan.
UU PPKSK diharapkan dapat menjadi landasan hukum bagi Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia agar berfungsi efektif dan efisien, serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Terciptanya sistem keuangan yang stabil akan mendorong intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi
Dalam rangka itulah, Ikatan Sarjana Ekonomi Indinesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) menyelenggarakan Seminar Nasional “Peran LPS dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan”. Seminar nasional ini bertujuan : (1) memberikan gambaran kepada peserta tentang pentingnya pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, (2) memberikan gambaran kepada peserta tentang cara-cara pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan sesuai Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), (3) memberikan gambaran kepada peserta tentang bagaimana peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, dan (4) memberikan masukan tentang hal-hal yang terkait dengan implementasi UU PPKSK.
Acara ini dihadiri oleh sekitar 175 orang peserta, yang berasal dari berbagai kalangan, yaitu: Pimpinan perusahaan BUMN dan swasta yang ada di Jawa Timur; Para pengusaha; Perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Jawa Timur; dan Pengurus/anggota ISEI Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur. Acara berakhir dengan makan siang bersama hingga pukul 13.45.